Friday, April 16, 2010

Ngintip

Pesan singkat Gepeng baru-baru ini untuk makan bareng Ira sungguh menarik hati, apalagi aku punya kenangan yang sulit itu dilupakan bersama Ira. Untuk bertemu dengannya sulit sekali, maklum Ira bersama keluarga menetap di Magelang. Sayangnya my body is not delicious jadi aku nggak bisa ikut makan malam bersamanya.

Dahulu kala kami pernah kemping bareng dalam acara Memory Camp sekolah, saat itu kami baru dinyatakan naik ke kelas 3. Nggak aku duga bahwa itulah saat terakhir aku melihat wajahnya yang mungil dan lucu, kalau dihitung-hitung hampir 30 tahun bo!. Rupanya Ira pindah sekolah nggak bilang-bilang, kalau tahu kita buat acara perpisahan berupa bermain basket bareng. Ira biar mungil tapi kalau bermain basket lincahnya seperti bola bekel.

Tenda kami di Memory Camp yang saling bertetangga mempermudahkan kami bercanda dan ledek-ledekan. Di hari terakhir ini aku dan kawan-kawan sedang ngerumpi di depan tenda ketika kulihat Ira berjalan menuju tendanya. Urat isengku ingin menunjukan jati dirinya.
“Ira, elo nggak mandi?”
”Emang kenapa Men?”
“Gue mau ngintip …!”

Gelak tawa terdengar di penjuru arena, sementara yang ditertawakan masuk tenda dengan memasang muka masam namun tidak berhasil, Ira gitu loh, biar cemberut tetap aja manis!.

Penyesalan selalu datang menyusul. Bercandaku kamseuk banget ya! Bikin Ira malu, marah dan sakit hati. Aku mesti minta maaf, kalau perlu dengan menyembah!.

Tak berapa lama Ira keluar tenda dengan membawa handuk dan perlengkap mandi lainnya berjalan lambat namun pasti menghampiriku. Aku bersiap menghadapi amarah dan caci-makinya. Dihadapanku keluarlah kalimat dari mulutnya.
“Men, kok elo masih disini??? …. katanya mau ngintip ..!”
“Emang kenapa Ra?”
“Gue mau mandi nih …!”

Ah, ternyata Ira kamseuk juga!



Berlianti Ira Ekana 16 April at 11:41
Ada ada ajah deh loe... Gw lupa bener kejadian dulu itu... Makasih diingetin crita lama...

Surat Cinta

Wanita hitam manis ini memang sudah berkacamata sejak jaman SMA, selisihnya setahun lebih muda dari angkatanku.

Sekarang Novi hampir setiap bulan ke Palembang atas tuntutan pekerjaan sehingga sering bertemu dengan Sunu teman sekelasku sebelum penjurusan. “Mau nitip salam nggak ke Sunu?”. Jaman sekarang masih main salam-salaman, nggak penting, yang penting oleh-olehnya, empek-empek gitu loh!

Biografi ini bukan cerita tentang sejarah panjang keberhasilan Novi, tetapi cerita tentang masa sekolah.

Novi aktif di OSIS, karena pengurus OSIS makanya saat penerimaan murid baru Novi menjadi salah satu pembimbing kelas anak 83, satu kelas dibimbing oleh dua orang, lelaki dan perempuan. Novi bertugas sendirian sehingga terkadang memintaku untuk menemaninya karena kebetulan si rekan lelaki berhalangan sejak dari hari pertama hingga terakhir, Smandel gitu loh! Lelaki bisa berhalangan!

Acara masa perkenalan seperti yang sudah-sudah, bernyanyi bersama, mendengar ceramah, berburu tanda tangan dan yang paling menarik buat para senior mungkin, aku cuma bilang mungkin loh, surat cinta dari anak yang baru lulus esempe, dulu istilah ABG belum dikenal.

Aku kan sering mampir ke dalam kelas Novi, masa sih nggak dapat barang sepucuk surat cinta.
“Novi, gue pingin ah dapet surat cinta dari kelas elo”.
“Ya udah, elo belagak marah abis gitu elo keluar”.

Selepas aku keluar kelas Novi menjelaskan kepada anak baru kalau aku tuh sebenarnya galak banget, makanya jangan sampai nggak dapat surat cinta, bisa ngamuk tambahnya.
“Ada nggak surat cinta yang belum tahu mau dikasihin ke siapa? Kalau ada yang belum dikasih nama tulis deh Kak Chormen yang tercinta, daripada dimarahin satu kelas”.

Aktingku cukup lumayan, nyatanya surat cinta untukku tidak hanya satu, kudapat dua. Tulisannya luar biasa yang bisa membuat gede rasa, tapi kok aku nggak kepingin tahu siapa pengirimnya.
“Takut….? Takut sama perempuan ya?”, mungkin kamu menduga begitu.

Novi pastilah ingin tahu komentarku, kamu juga kan?, buktinya kamu masih baca tulisan ini.
“Gimana Men, surat cintanya udah dibaca?”
“Nov, surat cintanya bisa membuat hati berbunga-bunga”
”Iya punya gue juga, mesra banget ….! Anak sekarang emang genit-genit!”
“Mesra sih mesra …. tapi …..”
“Emang kenapa Men kok pake tapi-tapian segala!”
“Tapiiiii ….. surat cinta yang gue terima kok dari laki-laki semua??!!”



NoVi Irawati Haryokusumo 17 April at 05:38
ya ampyun Omen... Subuh2 aku dah ketawa2 baca ceritamu, untung suamiku hbs subuhan lgsg cabut nyangkul...
Kalau nggak, bisa2 aku dikira stress stlh terkapar kecapean malam td krn hrs ngajar tmn2 perhubungan seharian kmrn.
Kalau inget2 cerita jaman SMA dulu, rasanya kenangan2 lgsg deras mengalir..

Kapan2 janjian ketemuan yuk, sama Sunu, Prasetyo, Maul dll deh tmn2 angkatanmu.
Btw inget yg namanya Mega angkatanmu?

Makasih ya Men dah mengingat aku dgn 'kelucuanku'

Sunday, February 8, 2009

Azwardi '81

Oleh Ahmad Himawan ‘81

Dari dulu sampai sekarang potongannya tidak tinggi, aku nggak bilang kecil ya. Berbeda loh tidak tinggi sama kecil. Walaupun kecil, eh tidak tinggi Azwardi pandai bermain volley meskipun sebatas pertadingan class meeting.

Tata rambutnya mengingatkan kita kepada vokalis changchuters, kalau menyisir selalu ada jambulnya, ini stateginya supaya selalu lolos dari rahazia rambut gondrong. Orang-orang pada gondrong belakangnya tetapi dia gondrong jambulnya, jadi rambutnya nggak pernah kena kerah.


Pernah bokapnya nggak masuk kantor karena gesper alias ikat pinggang bokapnya dijadikan tas sekolah walaupun yang dibawa hanya 2 buah buku tulis. Tas yang kala itu paling ngetrend di tahun 81an.

Bukan itu saja, hampir semua model tas di era 81an dikoleksinya, 2 piringan hitam bekas yang dilubangi bagian tepinya, dia punya. Tas dari karung goni dia juga punya. Koleksinya yang paling banyak adalah tas kantong asoy beberapa warna.

Bunyi knalpot motor bebek kesayangannya 7 rupa, kadang halus nyaris tak terdengar, kadang tidak terdegar sama sekali kalau sedang mogok, kadang brebek-brebek seperti air mendidih kalau melewati banjir, kadang ngebass bagaikan motor gede yang membuat orang menepi dan keki karena yang lewat ternyata motor kecil dengan orang yang kecil, eh tidak tinggi. (dakika: Wati, Akbar, Eny, Elo, Roy, Lisa, Diah, Lucy, Eko, Tesi, Susi, Ester, Tri, Jendro, Gaus, Azwardi)


Ada teman yang demen bunyinya, tapi ada juga teman yang mendengarnya sembari menutup kuping sekaligus hidung. Secara statistik lebih banyak yang sebel terutama guru, abisan berisiiiiiiiiiiiiiik sih.

Kalau naik motor dengkul kanan dan dengkul kiri bersedengkul alias merapat, alasannya supaya mudah zig-zag dan seimbang, namun alasan sebenarnya ada barang kecil yang takut terjatuh.

Suka sekali ngebut di keramaian sambil berimajinasi menjadi Ali Topan Anak Pasar Manggarai.

Pokoknya ingat Azwardi, ingat komik Tintin lagi naik motor.

Itu dulu, Azwardi kini sudah menjadi Owner …………… ownernya milis Smandel 81, Kata mutiaranya bisa dilihat berikut ini.

to: bouncing-ers
Keliatannya udah cukup banyak anggota yang berstatus bouncing...
Akan dilakukan pendataan ulang anggota... kalo' dalam waktu 2 bulan
kedepan gak ada respon kemungkinan besar akan diREMOVE...

Trims
Azwardi as the O(wner)

Friday, February 6, 2009

Denny Sudradjat '81

Sewaktu aku diminta teman-teman menuliskan biografiku rasanya sedikit ragu, walaupun aku punya pengalaman segudang yang terlalu sayang untuk dilupakan. Berikut biografiku atau lebih tepatnya biografi bangor selama di Smandel.

Denny duduk pakai topi putih

Aku ke sekolah selalu menggunakan motor trail kecil merek Yamaha sejak bersekolah di SMP 3, motor yang masuk dalam “catatan SMAN 8”. Bagaimana tidak masuk catatan, motor itu pernah kunaiki di lantai bawah di gang antara kantor guru, kantor kepala sekolah, kantor TU, perpustakaan, dan kelas saat sekolah belum bubaran. Bu Hilma memanggilku, ingin berkenalan rupanya.

Aku pernah menginap di rumah temanku Yulistiadi namun lupa membawa sepatu , lihat http://goresan-kenakalan.blogspot.com/2008/12/sepatu-bapaknya-ipeng.html , aku lupa bahwa yang kupakai bukan sepatu bapaknya Ipeng. Untuk itu kesalahan sudah aku perbaiki sekaligus mohon maaf kepada Ipeng dan bapaknya yang kusangkut-pautkan dengan ceritaku.

Tas sekolahku beragam dan sangat menarik, maksudku menarik perhatian guru untuk memanggilku, memanggil dan memarahi lengkapnya. Memakai tas dari kantong terigu, dipanggil. Tas anyaman akar dari Papua, juga dipanggil.

Ketika ijazah yang dapat digunakan untuk melamar perkerjaan hilang, akupun membawa fotocopynya untuk dilegalisir, dibantu oleh Gustav ’81, kini Kepala TU, Gustav memperlihatkan catatan kelakuan burukku, yang ternyata banyak banget, sayangnya domentasi sejarah itu hilang ditelan banjir, aku pikir hanya dipanggil, ternyata dicatat juga.

Setiap pagi makan tempe mendoan di warung Mak Gopang yang lebih sering ngutang daripada bayar.

Aku pernah meminjam supir bapaknya Rosana, bukan untuk jalan-jalan tapi untuk mengambil raport, “Siapa namanya An? Gue lupa”

Rosana menulis,
Cerita lama mulai berhamburan, ... berterbangan,....bersahutan....bersilangan.. seru juga nih. Chormen pasti senang juga karena banyak ide cerita yang bisa dia pungut'in untuk masuk blognya. Dan gue nunggu foto-foto jadul lain yang siap gue pungut juga dong...


Denny,
Supir gue Pak Napi namanya... dulu lo "pinjem" dia waktu kelas 2 apa kelas 3 yaa??
Pak Napi juga sering banget di"bawa-2" ama kakak gue untuk nongkrong bareng temen-temennya.... (waktu itu kakak gue gak mau langsung pulang, tapi main dulu,.. jajan dll... alasannya praktikum,... padahal yang praktikum gue... ha..ha..ha.. kakak gue juga lagi seneng2 bawa mobil so P. Napi disuruh duduk manis aja dibelakang, .... padahal P. Napi deg-deg an juga, karena mobil yang dibawa mobil dinas, toyota kanvas (tentara) yang remnya pake dikocok-kocok dulu).

Pengalamanku di Puapala menurun kepada anak-anakku mereka juga hobby hidup di alam bebas dan peduli dengan kelestarian alam, walaupun pengalamanku di Puapala hanya sebatas ditunjuk sebagai keamanan saja.

Kini aku tinggal di Way Kambas, Lampung Timur. Kalau lihat plang ini mampir ya.